Tuesday, October 11, 2005

My Father ( the first part )

Hari ini adalah 100 harinya ayahanda tercinta berpulang ke Rahmatullah. Ayahanda adalah anak ke 5 dari 13 bersaudara. Sebagai orang dari Jawa Timur, disinilah tempatnya almarhum dilahirkan dan menghabiskan masa remajanya.
Dimulai dengan bersekolah di ESL (sekolah SD pada jaman itu, yang hanya dikhususkan bagi anak2 Belanda atau anak pribumi dari oarang tua dengan pangkat/jabatan tertentu di pemerintahan) di Mojokerto. Teringat aku akan cerita ayahanda bahwa ternyata anak2 Belanda itu sangatlah goblok. Terutama dalam pelajaran berhitung. Dalam soal cerita-cerita masa kecil atau masa mudanya, ayahanda selalu bercerita dengan gaya khas jawa timurannya yg lueecu.. teunaan..! tapi tentu banyak pula cerita yang sangat memprihatinkan serta mengharukan. Dengan memakai bahasa campur aduk antara Inggris, Belanda dan Suroboyoan. ( papaku menguasai bahasa Inggris dan Belanda dengan sangat fasih, juga bahasa jerman, dan sedikit jepang. Tentu dapat pula berbahasa Jawa alus, walaupun kayaknya lebih sering memakai bahasa Indonesia jika berhadapan dengan para famili yang tua2, katanya takut kalau2 ada salah ucap kalau harus selalu kromo inggil, he..he.. ) Dikemudian hari masa remajanya banyak dihabiskan di Surabaya. Semasa papaku bersekolah di VHS yaitu SMA peralihan dengan bahasa pengantar masih berbahasa Belanda, mbah kakungku (bapaknya papaku) sedho. Walaupun pada saat wafatnya, mbah kakung adalah Residen Surabaya, tetapi mereka bukanlah keluarga kaya. Sejak saat itu ayahanda lebih berjuang keras untuk membantu meringankan kehidupan mbah putri serta adik2nya. Berpindah2 tempat ikut dengan tante2nya (adik2 dari mbah putri atau mbah kakungku yg suaminya adalah pejabat pemerintahan), membantu di pekerjaan rumah tangga, sekaligus mengasuh anak2 dari tante2nya itu. Selalu berjalan kaki kemana2 dari jl. Setail ( rumah orang tua papaku ) sampai kesekolahnya yang jauuhh...itu. Tidak ada ongkos, kehausan dan kelaparan, kepanasan atau kehujanan. Tetapi dalam bercerita ayahanda tidak pernah terlihat menitikkan air matanya, justru akulah yg tersedih2. Segera setelah lulus dari SMA, tekadnya adalah ingin menjadi seorang tentara. ( bersambung )
Cerita ini disampaikan untuk ketiga anakku tercinta Arif Fadhillah Hermanto, Emir Sulaiman Hermanto dan Farah Josephin Hermanto. Untuk menjadi kenangan dan renungan atas opa kalian. Innaa Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji'uun. Seratus hari telah berlalu, ketika kami untuk terakhir kalinya memnadang dengan haru dan melepasnya dengan rasa ikhlas, kembali menghadap Khalik-Nya, Allah sang Pencipta. Tiada lagi yang dapat kami berikan kepadanya sebagai pernyataan rasa kasing sayang kami dan sebagai balasan atas semua kebaikan dan segala pengorbanan untuk kami semasa hidupnya, hanyalah doa kehadirat Allah Yang Maha Pengampun, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, semoga Allah mengampuni dosanya, menerangkan dan melapangkan kuburnya serta memberikan tempat yang mulia disisi-Nya.
Mengenang 100 hari wafatnya ayahanda tercinta
Gatot Soedewo
Bin
H. Djoko Suarno
Lahir : Mojokerto, 18 Juli 1931
Wafat : Jakarta, 4 Juli 2005
Kata2 indah terakhir ini kukutip dari tante Farida tersayang untuk almarhum ibundanya. Indah sekali.....