Monday, October 31, 2005

My Father ( second part - the end )

Almarhum dulu sejak lulus taruna Akademi Zeni AD 1958, sampai terakhir pensiun tahun 1987, Insya Allah selalu bebas dari korupsi dan hal2 yang sewenang2. Hidupnya selalu untuk pembangunan negara tercinta ini, manunggal dengan rakyat (jauh sebelum terkenal ada sebutan ABRI manunggal dengan rakyat. ) Bikin jembatan, sekolah, proyek air, dll ditahun 1960-an di jawa barat dan timur. Perang demi NKRI. Mulai dari Menado, PRRI/Permesta, Ambon, Malaysia, Irian Barat, G-30 S PKI, Timtim. (Sejarah bangsa ini selalu perang, demi mempertahankan kedaulatan bangsa). Hampir seluruh karier militernya menduduki pos komandan dan penting, jadi bukannya nggak ada kesempatan buat korupsi. Kesempatan selalu ada, besar dan basah. Cuman tidak diberi kesempatan untuk duduk di pemerintahan RI saja. Mungkin karena beda ama yang lain. Hampir semua pejabat pemerintahan atas dulu yang militer adalah dahulu teman sejawatnya atau yuniornya malah, seperti mantan wapres RI, TS. Almarhum dulu pernah jadi lulusan terbaik di Fort Leavenworth, Kansas-USA tahun 1971-an (ini sekolah utk jadi colonel, sekolahnya para pejabat tinggi militer di dunia). Sekolah pula di Fort knox-kentucky-USA, pun sekolah manajemen di sek militer angkatan laut di California-USA tahun 1980-an. ( salah satu sekolah petinggi dunian dan raja2/pangeran Arab). Juga kebetulan ibu mendukung. Sebagai seorang dari latar belakang keluarga yang sangat intelektual, mama juga adalah seorang Sarjana Pendidik. Beliau sebagai anggota persit (persatuan istri) AD bikin ratusan sekolah dan rumah sakit, di desa2&gunung2, perpustakaan pertama dilingkungan Kodam V Brawijaya, ikut mencanangkan KB (Keluarga Berencana) dan promosi KB tahun 1968-an. Jadi boleh bangga dikit. Itu yang bangun bukan pegawai2 sipil. Tapi ibu2 istri tentara. Ibu selalu kebetulan di depan, terus aktif, karena pada jaman itu perempuan yang universitas apalagi sarjana dikit banget, apalagi kerja nggak dapat uang, dan kotor serta capai. Saya dan kakak saya (kita cuman berdua), sekolah Alhamdullilah masuk PTN (Perguruan Tinggi Negri) jadi nggak memberatkan ortu buat biaya di Univ swasta (jaman tahun 1980-an, sekolah di PTN masih bagus dan bisa dibanggakan). Lulus kuliah dari fak Hukum UI, cepetan cari kerja, sebenarnya saya mau juga seperti banyak temen2 saya yg melanjutkan kuliah di LN. Tapi yah ortu tidak mampu mengeluarkan biaya sampai ke LN, pun saya juga tidak mampu untuk cari beasiswa dari Univ di luar untuk melanjutkan sekolah ke LN, hehe.....Kerja nggak pakai backing2an. Insya Allah sampai mentas(ceileh), saya dibesarkan dari uang halal. Masih ingat papa selalu menolak upeti yg datang kerumah, bahkan seringnya cara kasar. Mulai TV, Kulkas (dulu barang mewah bo!), rumah, dll. Terakhir setelah pensiun sempat beberapa kali jadi presiden komisaris di salah satu perusahaannya keluarga salah satu konglomerat Indonesia. Tapi resign dengan hormat, tidak tahan. Ditawari rumah mewah di PI Jaksel,no! mobil mewah no!. Dulu sempet gelo banget, kita anak2nya. Tapi ya takut banget ama babe, galak bo!. Sampai akhir hayatnya beliau hidup selalu penuh disiplin dan dengan sederhana dibantu kami anak2nya. Dimakamkan di TPU Tanah Kusir (sesuai amanat almarhum), bukan di TMP Kalibata. Dengan upacara penuh kemiliteran. Cepat, rapih, khidmat. Satu penyesalan saya, tidak sempat melihat rupa papa untuk terakhir kalinya. Padahal udah buru2 pulang, pada hari yg sama. Ini nasib orang yang merantau jauh di LN. Selamat jalan papa, menurut saya dia juga pahlawan bangsa. Semoga saya bisa menjadi anak yang sholeh, amin. Wassalam, Lisa ps : Cerita ini dulu pernah beredar di milis2.

Tuesday, October 11, 2005

with all his grandchildren dec 2003

My Father ( the first part )

Hari ini adalah 100 harinya ayahanda tercinta berpulang ke Rahmatullah. Ayahanda adalah anak ke 5 dari 13 bersaudara. Sebagai orang dari Jawa Timur, disinilah tempatnya almarhum dilahirkan dan menghabiskan masa remajanya.
Dimulai dengan bersekolah di ESL (sekolah SD pada jaman itu, yang hanya dikhususkan bagi anak2 Belanda atau anak pribumi dari oarang tua dengan pangkat/jabatan tertentu di pemerintahan) di Mojokerto. Teringat aku akan cerita ayahanda bahwa ternyata anak2 Belanda itu sangatlah goblok. Terutama dalam pelajaran berhitung. Dalam soal cerita-cerita masa kecil atau masa mudanya, ayahanda selalu bercerita dengan gaya khas jawa timurannya yg lueecu.. teunaan..! tapi tentu banyak pula cerita yang sangat memprihatinkan serta mengharukan. Dengan memakai bahasa campur aduk antara Inggris, Belanda dan Suroboyoan. ( papaku menguasai bahasa Inggris dan Belanda dengan sangat fasih, juga bahasa jerman, dan sedikit jepang. Tentu dapat pula berbahasa Jawa alus, walaupun kayaknya lebih sering memakai bahasa Indonesia jika berhadapan dengan para famili yang tua2, katanya takut kalau2 ada salah ucap kalau harus selalu kromo inggil, he..he.. ) Dikemudian hari masa remajanya banyak dihabiskan di Surabaya. Semasa papaku bersekolah di VHS yaitu SMA peralihan dengan bahasa pengantar masih berbahasa Belanda, mbah kakungku (bapaknya papaku) sedho. Walaupun pada saat wafatnya, mbah kakung adalah Residen Surabaya, tetapi mereka bukanlah keluarga kaya. Sejak saat itu ayahanda lebih berjuang keras untuk membantu meringankan kehidupan mbah putri serta adik2nya. Berpindah2 tempat ikut dengan tante2nya (adik2 dari mbah putri atau mbah kakungku yg suaminya adalah pejabat pemerintahan), membantu di pekerjaan rumah tangga, sekaligus mengasuh anak2 dari tante2nya itu. Selalu berjalan kaki kemana2 dari jl. Setail ( rumah orang tua papaku ) sampai kesekolahnya yang jauuhh...itu. Tidak ada ongkos, kehausan dan kelaparan, kepanasan atau kehujanan. Tetapi dalam bercerita ayahanda tidak pernah terlihat menitikkan air matanya, justru akulah yg tersedih2. Segera setelah lulus dari SMA, tekadnya adalah ingin menjadi seorang tentara. ( bersambung )
Cerita ini disampaikan untuk ketiga anakku tercinta Arif Fadhillah Hermanto, Emir Sulaiman Hermanto dan Farah Josephin Hermanto. Untuk menjadi kenangan dan renungan atas opa kalian. Innaa Lillahi Wa Inna Ilaihi Raaji'uun. Seratus hari telah berlalu, ketika kami untuk terakhir kalinya memnadang dengan haru dan melepasnya dengan rasa ikhlas, kembali menghadap Khalik-Nya, Allah sang Pencipta. Tiada lagi yang dapat kami berikan kepadanya sebagai pernyataan rasa kasing sayang kami dan sebagai balasan atas semua kebaikan dan segala pengorbanan untuk kami semasa hidupnya, hanyalah doa kehadirat Allah Yang Maha Pengampun, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, semoga Allah mengampuni dosanya, menerangkan dan melapangkan kuburnya serta memberikan tempat yang mulia disisi-Nya.
Mengenang 100 hari wafatnya ayahanda tercinta
Gatot Soedewo
Bin
H. Djoko Suarno
Lahir : Mojokerto, 18 Juli 1931
Wafat : Jakarta, 4 Juli 2005
Kata2 indah terakhir ini kukutip dari tante Farida tersayang untuk almarhum ibundanya. Indah sekali.....

Sunday, October 02, 2005

Anniversary's party

Hi..hi... kecentilan amat pake pesta segala. Enggak deng...itu mah alasan aja. Sebenernya sih karena pingin kumpul2 aja. Tapi tumben...kali ini pingin coba2 pesen makanan dari Bkk. Tadinya mau pesen nasi kuning tumpeng beneran. Lengkap pakai tampah segala. Tapi apa daya yg dipesenin tidak bisa. Ya sutralah seadanya. Nggak papa deh nggak pake tampah. Selain menu nasi kuning, kita bikin juga sate ayam dan sate kambing ala kita yg tersohor itu...boleh dong geer. Plus ditambah snack2 andalan gw, pisang goreng keju coklat, risoles, siomay bandung kumplit, soes, pudding coklat. Oh ya dikasih bonus tambahan sama mbak Yeti, semar mendem. Enak...

Jadi yg kita undang tuh Williams family, yg bujangan Scott, Ollikainen fam, Kroenert fam, Tony fam, Mulyadi fam, John fam, Chia fam.